Friday, September 14, 2018

ALEGRA [END]



“Nih hazelnut muffin dan iced lemon tea kamu.” Rega membawa nampan berisi pesanan mereka pada Sabtu sore ini, di tempat favorit mereka. Revue menjadi tempat favorit mereka sejak pertama kali mereka lunch bareng dua tahun lalu. Sabtu sore yang tenang dan hangat ini dipilih Rega untuk menanyakan hal sensitif kepada Alea. Ia tidak bisa begini terus, pikirnya.
“Al.” Panggil Rega untuk mendapatkan perhatian Alea yang sedang membaca novelnya sambil mengunyah muffin yang ia belikan tadi.
Yes?
“Aku perlu bicara.” Alea merasa ada yang tidak benar, ia segera menutup novelnya dan memberi perhatian ke lawan bicaranya.
Go ahead.
“Selama dua tahun ini, kamu ngerasa apa ke aku?”
“Maksudnya? Kamu kenapa sih?” Perasaan Alea tidak enak, ia tidak mau membicarakan hal-hal yang mengarah ke situ.
“Aku serius. Kamu nyaman sama aku?” Rega masih meyakinkan dirinya bahwa hari ini ia akan mendapat kepastian.
“Iya, kalo nggak nyaman ngapain selama dua tahun ini aku sama-sama terus sama kam..” Jawaban Alea terputus ketika pertanyaan selanjutnya dilontarkan Rega.
“Kamu sayang aku?”
Seriously Rega, what is wrong with you?
Nothing, I just wanna know. Are you in love with me?Wait what? Rega tahu betul ia tidak suka membahas sesuatu bertemakan cinta. Love is bullshit untuk Alea.
You know I’m not comfortable talking about that thing right, Rega?” Alea menurunkan nada suaranya, suara yang ia gunakan bila tidak nyaman dan tidak suka pada situasi tertentu, salah satunya sekarang.
Okay I’m sorry for bringing this up, but I know you know I love you.And yes she knows it. She knows he’s in love with her, she knows he’ll taking care of her no matter what. She knows he’ll always be there. Alea hanya terdiam, tidak tahu akan menjawab apa.
“Al? Could give the love I deserve?
I did.” Jawab Alea ragu. Karena sesungguhnya ia tidak tahu apa yang ia rasa, apa benar ini cinta yang ia rasakan atahu hanya nyaman karena sudah terlalu lama Rega menemaninya.
If you say so, then would you marry me?
“Wait what? Are you insane? You know I have an issues. Aku susah percaya sama cinta, apalagi pernikahan. Kamu tahu sendiri orang tua ku bercerai, tante ku ditinggakl suaminya selingkuh, sepupu ku korban kdrt. What do you expect?” Alea tidak mengira Rega seperti ini, Alea pikir Rega memahami dirinya. Ternyata dia salah, Rega hanya memikirkan dirinya sendiri.
“Al please, kamu kira aku lupa? You told me that for billion times. You told me they’re failed, tapi itu mereka Al bukan kita.”
“Memang apa bedanya kita dengan mereka? Sebut kamu perlu berapa bulan atahu tahun untuk meninggaklkan aku setelah kita menikah?” Shit. What did I just say. Rega mematung, kaget tidak mengira Alea akan mengucapkan hal bodoh seperti itu.
“Alea Naura Gayatri, did you really say that? You mean it? Selama ini kamu menilai aku sebagai laki-laki yang seperti itu? Really Alea?” Alea tahu Rega sangat marah kepadanya ketika ia menyebutkan nama lengkap Alea, Rega sangat kecewa. Alea hanya bergeming di tempatnya, menunduk tidak berani melihat mata Rega yang sedari tadi menatapnya.
Okay then I leave it to you here, I’m done. I still waiting for you, but this time I don’t know for how long. Take care.” Rega menyerah, ia pikir tidak ada artinya lagi memperjuangkan seseorang yang tidak percaya pada Rega, bahkan pada seseorang yang tidak percaya akan dirinya sendiri. Alea hanya menangis tertunduk sepeninggakl Rega dari tempat duduknya.

Esok paginya Alea terbangun karena gedoran pintu apartemennya yang tidak kunjung berhenti, siapa lagi kalau bukan Kenzo dan Vina yang menggaknggunya pada minggu pagi seperti ini.
“Gue telfon Rega nanyain kenapa hp lo mati tapi kenapa dia bilang dia nggak tahu? He said he’s not with you anymore?
Dang girl! You look like shit!” Cerocosan dua sahabatnya ini saling bersahutan seketika ia membuka pintu.
            Take a seat, would you? I’ll explain.” Jawab Alea malas sambil berjalan ke arah dapur untuk menyiapkan minum untuk teman-temannya.
            So why he said he’s not with you anymore?” Tembak Vina tidak sabaran ketika Alea menghampirinya sambil memberikan minum.
            What do you mean not with me anymore? We’re not like together, we’re just… friends. Remember?” Dia tahu penjelasannya adalah penjelasan terbodoh yang pernah ia ucapkan, ia tahu hubungannya dengan Rega lebih dari teman but less than a couple.
            “Al, honey seriously? Stop lying to yourself dear.” Sambar Kenzo sambil menyilangkan kakinya yang menggunakan celana super skinny berwarna hijau metalik yang bikin sakit mata pagi-pagi.
            Yes, setuju. Coba kali ini lo jujur ke diri lo, lo butuh Rega kan? Selama lo sama Rega gue juga liat lo berangsur-angsur jadi lebih happy nggak kaya sekarang gini, muka lo nggak ketolong, menyedihkan.”
            “Tapi kan kalian tahu gue..”
            Yes we knew you have a commitment issues. Tapi lo juga mesti paham, setiap komitmen yang dibangun itu tergantung siapa yang membangun dan gimana cara mereka menjaganya. Bukan berarti karena beberapa orang gagal dalam berkomitmen maka lo juga gagal, you’re not them and they’re not you as well.” Ucapan Vina membuat Alea tidak bisa menahan air mata yang sejak semalam ia tahan karena tidak mau menangisi Rega dan hidupnya yang menyedihkan.
            “Dan gue yakin lo sudah bisa menilai Rega orang yang seperti apa, gue yakin kalau Rega bukan orang yang lo percaya lo nggak akan sama-sama dia terus selama dua tahun ini. Tapi nyatanya lo terus sama-sama kan? You know what I mean.” Sambar Kenzo sambil mengusap punggung Alea yang semakin tersedu-sedu.
            “Tapi kemarin sore gue ngomong hal yang mungkin bikin Rega sakit hati sama gue, yang mungkin Rega sekarang benci sama gue. Bahkan gue benci diri gue sendiri karena bilang kaya gitu ke Rega, karena gue tahu dia bukan orang seperti itu. Tapi gue tetap menyakiti Rega.” Alea terus berkicau tanpa henti di dalam tangisnya yang semakin menjadi. Dua sahabat Alea pun hanya bisa mendengarkan dan mencoba menenangkan Alea yang terlihat menyedihkan. Baru kali ini dua sahabatnya melihat Alea setidak berdaya ini karena seorang laki-laki.
            Setelah Alea tenang, Vina memberanikan diri untuk bertanya  keputusanya.
            So you have the answer?” Alea hanya mengangguk dan berdoa di dalam hatinya agar keputusannya tidak menjadi keputusan yang salah.
            Good girl! Sekarang boleh nggak lo mandi? Gue nggak mau punya sahabat gembel gini.” Tembak Kenzo yang disambut dengan lemparan bantal sofa oleh Alea.

Alea Naura Gayatri:
Bisa ketemu besok sore di Revue?
Rega Aksa Mahendra:
Ada apa? Aku ada meeting.
Alea Naura Gayatri:
Yasudah aku tunggu sampai meeting kamu selesai di Revue.

            Pesan singkat yang masuk pada minggu malam ini membuat Rega tidak bisa tidur. Ia tidak mau berharap bahwa besok Alea akan membawa berita bagus, tapi ia juga tidak bisa membayangkan bila Alea membawa berita buruk yang akan lebih menyakiti hatinya. Ia sudah cukup sakit hati dengan perkataan dan penolakan Alea sabtu itu.
            Alea sampai di Revue pukul 5.30 sore dengan masih mengenakan setelan baju kantornya menunggu sampai orang yang ingin ditemuinya muncul sambil menenangkan diri dengan hazelnut muffin dan chamomile tea nya. Satu jam kemudian Rega muncul juga dengan masih mengenakan setelan baju kantornya namun dengan lengan kemejanya yang sudah tergulung sampai siku.
            Sorry udah nunggu lama ya?” Tanya Rega basa-basi dengan nada datarnya yang membuat Alea ragu apakan pertemuan ini harus dilanjutkan atahu tidak.
            It’s fine. Gimana meetingnya?” Kikuk Alea menanyakan pertanyaan yang basi bagi mereka.
            It went well. Jadi kamu nyuruh aku ke sini cuma mau nanya tentang ini aja?”
            “Enggak. Sabar kenapa sih. Ada yang perlu aku bicarakan.”
            Go ahead.” Alea merasa déjà vu namun kali ini dengan perasaan yang lebih tenang. She hopes.
            I know I was an asshole earlier, that day, you know. I apologize.” Alea berhenti bicara untuk mencari ketenangan di mata Rega, tapi tidak ia temukan. Hanya sorot mata Rega yang kosong dan mematikan yang dilihatnya kali itu. Rega masih terlihat dingin.
            “Sudah minta maafnya? Kalau sudah aku mau pul..”
            “Kamu bisa dengerin aku dulu nggak? Kenapa jadi nggak sabaran banget sih?” Ucap Alea kesal karena merasa Rega terus membuatnya salah tingkah, grogi. Rega pun kaget melihat Alea yang tiba-tiba meledak seperti itu.
            “Aku juga tahu selama ini aku menjadi orang yang menyedihkan dan kejam. Hanya menerima perhatian yang kamu kasih tanpa memberi perhatian lebih ke kamu. Tapi aku sendiri juga belum bisa berdamai sama diriku sendiri, terlalu sulit.” Air mata Alea kembali mengaliri pipinya. Namun Rega tetap tidak bergeming.
            Ia hanya menatap Alea sambil berkata datar “Kalau kamu mau nolak aku untuk kedua kalinya, aku nggak sanggup Al. I’m sorry. Lebih baik aku pulang, aku menghargai keputusan kamu kok it’s okay. Memang bukan aku yang kamu butuhin.”
God dammit Rega! Sejak kapan kamu jadi cerewet dan suka mengambil kesimpulan sendiri seperti itu sih? I’m not finished yet! Just listen!
“Buatku berdamai dengan diriku sendiri itu sulit Ga, berdamai dengan melihat keluarnggaku yang hancur, melihat orang-orang yang gagal berkomitmen itu sulit. Sulit buat aku. Tapi aku baru sadar selama dua tahun ini aku nggak merasa sesulit ketika melihat itu semua sendiri, aku bisa sedikit tidak memperhatikan mereka karena kamu.” Kalimat terakhir yang diucapkan Alea membuat Rega terkesiap tidak percaya. Matanya kembali menawarkan kehangatan seperti biasa, bukan sedingin es sejak tadi ia duduk di hadapan Alea.
I’m so sorry if I’m not a perfect person, if I have some flaw. But I know I love you, I really do. I’m sorry.
Stop saying sorry Al, you don’t have to say it. I love you too, with all of your flaw. Tangis Alea kembali pecah mendengar ketulusan Rega yang mencintainya sebegitu besar.
“Jadi tawaran kamu yang kemarin masih berlaku?” Tanya Alea malu-malu di dalam tangisnya. Rega tertawa mendengarnya, tawa yang membuat hati Alea menghangat. Tawa itu kembali.
“Kamu pikir aku mau menikah sama cewek ingusan kaya kamu sekarang? Sorry, no way!” Canda Rega mengusili Alea yang masih mencoba berhenti dari sisa-sisa tangisnya.
“Nih hapus dulu air mata sama ingusnya, jelek tahu. Diliatin orang-orang tuh, disangka aku penjahat bikin anak orang nangis.” Ledek Rega sekali lagi sambil memberikan Alea sapu tangannya. Alea hanya melototi Rega yang sekarang sudah berpindah duduk menjadi di sampingnya dan memeluknya erat.
“Terus kaya gini ya Ga, be my number one support system would you?” Masih dalam dekapan Rega, Alea mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini keputusan yang benar.
I will, my lady. Aku harus bilang apa lagi biar kamu percaya? Ngegombal?”
“Emang kamu bisa ngegombal?” Tidak yakin seorang Rega bisa menggombal, Alea menatap Rega dengan tatapan menantang.
“Bisa!”
“Mana coba?”
“Jangan bilang ada yang menyakitimu, besok orang itu akan hilang!” Mereka tertawa, diramainya senin sore.
“Itusih kamu dilan-da ke-ngacoan! Nggak kreatif!” Senin sore yang hiruk pikuk dengan kendaran dan orang-orang yang ingin kembali beristirahat dari segala urusannya, dan di sini Alea kembali beristirahat. Di pelukan Rega, laki-laki yang sangat mencintai dan dicintainya.



Share:

ALEGRA [1]



Dua tahun sudah sejak awal pertemuan Alea dengan laki-laki yang selalu ada untuknya itu, Alea dan Rega menjalani hubungan yang rumit. Sesunggunya saat itu Alea tidak berharap dapat mengenal Rega, karena saat itu Alea sedang dalam masa sulit ketika mengetahui orang tuanya ingin bercerai, dunianya terasa runtuh, bumi terasa berhenti berputar hinggak beberapa bulan ia masih merasa dunai tidak adil untuknya. Alea pun memutuskan untuk tinggakl sendiri di apartemennya daripada harus memilih tinggakl bersama salah satu dari orang tuanya.
            Terlepas dari hidupnya yang sendu, sebenarnya Alea masih memiliki support system yang menyayangi dia yaitu 2 sahabatnya, Kenzo dan Elvina, dan berkat mereka juga lah Alea mengenal Rega. Malam itu ia ditelepon oleh Elvina untuk menemaninya menghadiri sebuah acara pesta kerabat orang tua Elvina.
“Ayolah Al, sebentar aja janji. Abis itu gue anter lo pulang.”
“Vin, lo kan tahu gue nggak suka acara kaya gitu. Lagian kan ada Kenzo, raja dangdut yang demen pesta.”
Please Al, lo tega gue bakal dipermalukan Kenzo sendirian dengan tingkahnya kalau-kalau dia mabuk di sana? Lo tahu kan di sana isinya orang penting semua. Mau digantung kaya apa gue sama nyokap bokap kalo tahu gue mempermalukan meraka?”
Alea membayangkan apa yang akan terjadi bila omongan sahabatnya itu benar-benar terjadi membuatnya meringis dan terkikik sekaligus.
“Kok lo malah ketawa sih Al! Mau ya temenin gue?”
“Ya, oke. Janji cuma sebentar.”
Yes! I promise! Eh tapi kalau ada halangan nggak apa-apa ya lama dikit.” Alea mengerlingan matanya yang sudah pasti tidak dapat dilihat sahabatnya.
You wish!” Balas Alea yang disambung oleh tawa Vina. Alea tahu betul apa halangan yang dimaksud Vina, apalagi kalau bukan laki-laki tampan yang selalu masuk perangkap Vina dan sudah pasti hubungannya tidak akan berlangsung lama.

Dua setengah jam berikutnya Alea sudah berada di dalam ballroom yang dipenuhi orang-orang berpengaruh se-Indonesia dan dihias sedemikian cantiknya untuk malam ini. Alea pun tidak kalah cantik, ia menggunakan little black dress yang dipadukan oleh heels dengan tinggi berbelas-belas sentimeter yang membuat tubuhnya semakin terlihat semampai, rambut yang dibuat bun asal namun tetap rapi dan pulasan make up malam yang terlihat sederhana namun tetap memberi kesan glamour. 
“Nih buat lo dan lo.” Vina yang datang dengan membawa minuman itupun tidak kalah cantiknya oleh Alea.
Thanks. But you know i’m not drink alcohol anymore, right?
Yup, I know. Just for tonight, enjoy it. Would you?
“Al please deh nggak usah sok tua gitu deh, lagian besok juga libur. Lo mau ngapain lagi sih emang selain hangover?” Samber Kenzo dengan gayanya yang super stylish dan nyentrik itu sambil menyeruput minuman yang diberikan oleh Vina. Ya sebenarnya Alea bukan wanita yang terlalu saint hinggak tidak lagi minum minuman beralkohol, hanya saja ia sedang mengurangi dan hanya minum pada waktu-waktu tertentu.
Sorry, Vina is that you?” Seketika mereka bertiga berhenti bercakap-cakap dan menengok ke arah suara berat dari laki-laki yang menghampiri mereka.
Oh my God! Evan!” Kehadiran laki-laki itupun disambut hangan oleh Vina, yang ditebak Alea sebagai salah satu teman Vina. Alea dan Kenzo hanya tersenyum canggung merasa berada di tengah-tengah reuni orang lain.
Oops sorry gue sampe lupa ngenalin. Alea, Kenzo ini Evan, Evan ini Alea dan Kenzo.” Alea pun menyambut jabat tangan Evan dengan tersenyum dan memperkenalkan diri. Betul tebakan Alea, Evan adalah teman semasa kuliah Vina saat mereka berkuliah di Australia.
“Oh ya gue juga lupa ngenalin teman gue, kebetulan gue dateng ke sini nggak sendiri. Sebentar gue cari orangnya.” Evan celinnggak-celinguk mencari teman yang menemaninya datang ke sini, hinggak Evan melambaikan tangan ke sosok yang menghampiri mereka. Laki-laki bertubuh atletis, bermata coklat, dan memiliki senyum yang manis.
“Nah ini teman gue, Rega kenalin ini Vina dan Alea.” Alea, Kenzo dan Vina pun menyambut jabatan tangan Rega dan disusul dengan percakapan hangat mereka. Waktu sudah menunjukkan pukul 10, hinggak Alea memutuskan untuk pamit.
“Vin, gue balik duluan ya. Is it okay?” Tanya Alea ketika Evan dan Rega sedang berbincang tanpa Alea dan Vina.
“Eh kok gitu? Balik sendiri? Tunggu gue bentar lagi deh. Atahu balik sama Kenzo.”
“Idih masa seorang Kenzo jam segini udah balik, nggak seru ah!” Cerocos Kenzo yang tidak terima karena disuruh menemani Alea pulang.
“Iya Ken gue paham! Udah sana lanjut mabuk, biar bisa bikin Vina malu!” Balas Alea yang disambut pelototan Vina takut-takut Kenzo benar-benar membuatnya malu. Alea hanya terkekeh melihat muka panik Vina dan Kenzo tidak peduli dan tetap melanjutkan malamnya.
“Lagian ini ada Evan masa mau lo tinggakl? Lo udah lama kan nggak ketemu dia. Udah nggak apa-apa gue naik taksi aja.” Jelas Alea sekali lagi untuk izin pulang.
“Siapa yang mau naik taksi?” Ternyata Evan dan Rega sudah memperhatikan mereka sejak tadi.
“Ini Van, Alea mau balik duluan.” Vina menjelaskan sambil membuat muka bete ke arah Alea.
“Iya gue balik duluan nggak apa-apa ya, see you.” Baru saja Alea ingin melangkahkan kakinya ke arah sign bertuliskan exit ketika seseorang memanggilnya.
“Al tunggu! Gue juga mau balik, gimana kalau gue anter aja? Lagian udah malam juga, yuk?” Rega mengusulkan ide yang disetujui oleh Kenzo, Vina dan Evan secara bersamaan.

“Aduh gue jadi ngerepotin gini ya Ga? Lo bakal malam banget pasti sampe rumah kalo jam segini aja masih macet kaya gini.” Alea memecah keheningan ketika mobil Rega berhenti sejajar dengan mobil-mobil lain yang terkena macet.
“Santai aja Al, kalau lo mau tidur juga nggak apa-apa. Nanti gue bangunin kalau sudah sampai.” Rega mengusulkan ide yang sangat ingin ia setujui karena kepalanya mulai berat, ia rasa karena alcohol tadi. Rega pun mengambil hp nya untuk memasukkan alamat apartemen Alea pada aplikasi penunjuk arah.
“Nggak usah pake maps Ga, gue nggak tidur kok.” Walau sebenarnya ia menahan kantuk setengah mati, apalagi jalanan masih belum bersahabat. Menit-menit selanjutnya dihabiskan mereka mengobrol mengenai apapun. Alea bercerita tentang pekerjaannya, kantornya, betapa konyol teman-temannya yang kadang disambut tawa oleh Rega. Alea tidak mengira mengobrol dengan orang baru bisa senyaman ini, dan ia merasa senang ketika mendengar Rega tertawa karena ceritanya.

Sejak saat itulah Alea dan Rega menjadi seperti sepasang kekasih, iya seperti. Karena sebenarnya mereka pun tidak tahu hubungan mereka disebut apa. Rega tidak pernah meminta Alea menjadi kekasinya, begitupun Alea yang hanya menginginkan hubungan seperti ini karena trauma yang Alea miliki. Ia pun telah menceritakan trauma yang ia miliki kepada Rega, ntah karena Rega tahu akan hal ini atahu bukan sehinggak ia tidak meminta Alea sebagai kekasihnya.

Share: