Friday, September 14, 2018

ALEGRA [1]



Dua tahun sudah sejak awal pertemuan Alea dengan laki-laki yang selalu ada untuknya itu, Alea dan Rega menjalani hubungan yang rumit. Sesunggunya saat itu Alea tidak berharap dapat mengenal Rega, karena saat itu Alea sedang dalam masa sulit ketika mengetahui orang tuanya ingin bercerai, dunianya terasa runtuh, bumi terasa berhenti berputar hinggak beberapa bulan ia masih merasa dunai tidak adil untuknya. Alea pun memutuskan untuk tinggakl sendiri di apartemennya daripada harus memilih tinggakl bersama salah satu dari orang tuanya.
            Terlepas dari hidupnya yang sendu, sebenarnya Alea masih memiliki support system yang menyayangi dia yaitu 2 sahabatnya, Kenzo dan Elvina, dan berkat mereka juga lah Alea mengenal Rega. Malam itu ia ditelepon oleh Elvina untuk menemaninya menghadiri sebuah acara pesta kerabat orang tua Elvina.
“Ayolah Al, sebentar aja janji. Abis itu gue anter lo pulang.”
“Vin, lo kan tahu gue nggak suka acara kaya gitu. Lagian kan ada Kenzo, raja dangdut yang demen pesta.”
Please Al, lo tega gue bakal dipermalukan Kenzo sendirian dengan tingkahnya kalau-kalau dia mabuk di sana? Lo tahu kan di sana isinya orang penting semua. Mau digantung kaya apa gue sama nyokap bokap kalo tahu gue mempermalukan meraka?”
Alea membayangkan apa yang akan terjadi bila omongan sahabatnya itu benar-benar terjadi membuatnya meringis dan terkikik sekaligus.
“Kok lo malah ketawa sih Al! Mau ya temenin gue?”
“Ya, oke. Janji cuma sebentar.”
Yes! I promise! Eh tapi kalau ada halangan nggak apa-apa ya lama dikit.” Alea mengerlingan matanya yang sudah pasti tidak dapat dilihat sahabatnya.
You wish!” Balas Alea yang disambung oleh tawa Vina. Alea tahu betul apa halangan yang dimaksud Vina, apalagi kalau bukan laki-laki tampan yang selalu masuk perangkap Vina dan sudah pasti hubungannya tidak akan berlangsung lama.

Dua setengah jam berikutnya Alea sudah berada di dalam ballroom yang dipenuhi orang-orang berpengaruh se-Indonesia dan dihias sedemikian cantiknya untuk malam ini. Alea pun tidak kalah cantik, ia menggunakan little black dress yang dipadukan oleh heels dengan tinggi berbelas-belas sentimeter yang membuat tubuhnya semakin terlihat semampai, rambut yang dibuat bun asal namun tetap rapi dan pulasan make up malam yang terlihat sederhana namun tetap memberi kesan glamour. 
“Nih buat lo dan lo.” Vina yang datang dengan membawa minuman itupun tidak kalah cantiknya oleh Alea.
Thanks. But you know i’m not drink alcohol anymore, right?
Yup, I know. Just for tonight, enjoy it. Would you?
“Al please deh nggak usah sok tua gitu deh, lagian besok juga libur. Lo mau ngapain lagi sih emang selain hangover?” Samber Kenzo dengan gayanya yang super stylish dan nyentrik itu sambil menyeruput minuman yang diberikan oleh Vina. Ya sebenarnya Alea bukan wanita yang terlalu saint hinggak tidak lagi minum minuman beralkohol, hanya saja ia sedang mengurangi dan hanya minum pada waktu-waktu tertentu.
Sorry, Vina is that you?” Seketika mereka bertiga berhenti bercakap-cakap dan menengok ke arah suara berat dari laki-laki yang menghampiri mereka.
Oh my God! Evan!” Kehadiran laki-laki itupun disambut hangan oleh Vina, yang ditebak Alea sebagai salah satu teman Vina. Alea dan Kenzo hanya tersenyum canggung merasa berada di tengah-tengah reuni orang lain.
Oops sorry gue sampe lupa ngenalin. Alea, Kenzo ini Evan, Evan ini Alea dan Kenzo.” Alea pun menyambut jabat tangan Evan dengan tersenyum dan memperkenalkan diri. Betul tebakan Alea, Evan adalah teman semasa kuliah Vina saat mereka berkuliah di Australia.
“Oh ya gue juga lupa ngenalin teman gue, kebetulan gue dateng ke sini nggak sendiri. Sebentar gue cari orangnya.” Evan celinnggak-celinguk mencari teman yang menemaninya datang ke sini, hinggak Evan melambaikan tangan ke sosok yang menghampiri mereka. Laki-laki bertubuh atletis, bermata coklat, dan memiliki senyum yang manis.
“Nah ini teman gue, Rega kenalin ini Vina dan Alea.” Alea, Kenzo dan Vina pun menyambut jabatan tangan Rega dan disusul dengan percakapan hangat mereka. Waktu sudah menunjukkan pukul 10, hinggak Alea memutuskan untuk pamit.
“Vin, gue balik duluan ya. Is it okay?” Tanya Alea ketika Evan dan Rega sedang berbincang tanpa Alea dan Vina.
“Eh kok gitu? Balik sendiri? Tunggu gue bentar lagi deh. Atahu balik sama Kenzo.”
“Idih masa seorang Kenzo jam segini udah balik, nggak seru ah!” Cerocos Kenzo yang tidak terima karena disuruh menemani Alea pulang.
“Iya Ken gue paham! Udah sana lanjut mabuk, biar bisa bikin Vina malu!” Balas Alea yang disambut pelototan Vina takut-takut Kenzo benar-benar membuatnya malu. Alea hanya terkekeh melihat muka panik Vina dan Kenzo tidak peduli dan tetap melanjutkan malamnya.
“Lagian ini ada Evan masa mau lo tinggakl? Lo udah lama kan nggak ketemu dia. Udah nggak apa-apa gue naik taksi aja.” Jelas Alea sekali lagi untuk izin pulang.
“Siapa yang mau naik taksi?” Ternyata Evan dan Rega sudah memperhatikan mereka sejak tadi.
“Ini Van, Alea mau balik duluan.” Vina menjelaskan sambil membuat muka bete ke arah Alea.
“Iya gue balik duluan nggak apa-apa ya, see you.” Baru saja Alea ingin melangkahkan kakinya ke arah sign bertuliskan exit ketika seseorang memanggilnya.
“Al tunggu! Gue juga mau balik, gimana kalau gue anter aja? Lagian udah malam juga, yuk?” Rega mengusulkan ide yang disetujui oleh Kenzo, Vina dan Evan secara bersamaan.

“Aduh gue jadi ngerepotin gini ya Ga? Lo bakal malam banget pasti sampe rumah kalo jam segini aja masih macet kaya gini.” Alea memecah keheningan ketika mobil Rega berhenti sejajar dengan mobil-mobil lain yang terkena macet.
“Santai aja Al, kalau lo mau tidur juga nggak apa-apa. Nanti gue bangunin kalau sudah sampai.” Rega mengusulkan ide yang sangat ingin ia setujui karena kepalanya mulai berat, ia rasa karena alcohol tadi. Rega pun mengambil hp nya untuk memasukkan alamat apartemen Alea pada aplikasi penunjuk arah.
“Nggak usah pake maps Ga, gue nggak tidur kok.” Walau sebenarnya ia menahan kantuk setengah mati, apalagi jalanan masih belum bersahabat. Menit-menit selanjutnya dihabiskan mereka mengobrol mengenai apapun. Alea bercerita tentang pekerjaannya, kantornya, betapa konyol teman-temannya yang kadang disambut tawa oleh Rega. Alea tidak mengira mengobrol dengan orang baru bisa senyaman ini, dan ia merasa senang ketika mendengar Rega tertawa karena ceritanya.

Sejak saat itulah Alea dan Rega menjadi seperti sepasang kekasih, iya seperti. Karena sebenarnya mereka pun tidak tahu hubungan mereka disebut apa. Rega tidak pernah meminta Alea menjadi kekasinya, begitupun Alea yang hanya menginginkan hubungan seperti ini karena trauma yang Alea miliki. Ia pun telah menceritakan trauma yang ia miliki kepada Rega, ntah karena Rega tahu akan hal ini atahu bukan sehinggak ia tidak meminta Alea sebagai kekasihnya.

Share:

0 comments:

Post a Comment